Minggu, 30 Oktober 2011

The day that have been waited

Hari-hariku ku lalui dengan didampingi oleh obat-obatan yang membuat hidupku menjadi tak berarti lagi. Setelah sebulan yang lalu aku divonis oleh dokter menginadap penyakit leukemia. Rasanya seperti malaikat pencabut nyawa telah berada disekitarku yang akan mencabut nyawaku apabila sang penguasa jagad raya ini telah mengizinkannya.
Kini usiaku telah beranjak 15 tahun, usia yang orang-orang sebut ABG. Usia yang cukup labil untuk mengetahui semua keadaanku.
“Dina………” panggil mama.
“Iya Ma.”
“Sekarang waktunya minum obat.”
Lalu mama mendekatiku dan akupun menangis memeluknya.
“Ma aku sudah bosan hidup dengan obat-obatan ini yang membuatku makin sakit.”
Mamapun mengelus-elus rambutku.
“Sayang, kita hanya berusaha Allah lah yang akan menentukan segalanya dan Allah itu Maha adil. Kita harusnya bersyukur dengan semua ini berarti ALLAH sayang kamu.”
*##########*

            Hari ini aku pergi ke sekolah meskipun mama melerangku tapi aku tetap pergi karena aku tidak mau terus memikirkan penyakit yang kian hari makin menggerogoti tubuhku, aku ingin merasakan kebahagiaan di hari-hari terakhirku bersama orang-orang yang ku cintai dan mencintaiku.
“Maafkan aku mah, karena aku tak menghiraukan larangan mama.” ucapku dalam hati.
            Aku lebih senang berada di sekolah dari pada di rumah karena di sekolah aku dapat melihat sedikit kebahagiaan, melihat tingkah laku teman-temanku yang berbuat konyol.
“Dina ke kantin yuk!” ajak Sarah. Sarah adalah sahabatku dari pertama kali aku mengenalnya saat awal masuk SMA. Dia sahabat terbaikku dalam susah dan senang. “Ayuk.” Dengan semangat aku pun pergi ke kantin, tetapi tiba-tiba kepalaku sakit, sakit sekali, seperti dipukul oleh beban berat, dan pandanganku pun mulai kabur, karena aku sudah tidak tahan lagi maka aku pun tak sadarkan diri.  
*##########*

            Setelah selama tiga hari aku pingsan, akhirnya aku sadar kembali dengan diiringi oleh lantunan ayat-ayat suci Al-quran yang merdu dan indah. Kemudian aku melihat ke kanan dan ke kiri tempat dimana aku berada, dan aku baru menemukan sesosok orang yang membacakan ayat yang indah itu. Dia adalah mamaku.
“Mama..” panggilku dengan suara lirih.
Mama pun menghentikan membaca Al-quran.
“Alhamdulillah, sayang akhirnya kamu sadar juga. Mama kangen sama kamu.”
“Ma, aku dimana?”
“Kamu di rumah sakit sayang.”
Tak lama kemudian dokter yang memeriksaku datang.
“Selamat pagi.” Ucap dokter.
“Pagi.”
“Dina, gimana? Udah agak baikan?”
“Alhamdulillah, udah dok.”
“Sebentar ya saya mau periksa dulu.”
            Setelah dokter selesai memeriksaku, aku merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh dokter. Kemudian dokter menyuruh mama untuk ikut keruangannya. Setelah beberapa lama aku ditinggalkan oleh mama, aku merasa bosan dan akupun keluar untuk berjalan-jalan. Sewaktu aku melewati ruangan dokter yang tadi memeriksaku, aku sangat terkejut karena aku mendengar percakapan mereka bahwa kini penyakitku telah naik stadiumnya menjadi stadium 2.
Akupun lari menangis meninggalkan mereka. Aku merasa kalau Allah tidak adil padaku, mengapa Allah tidak memanggil dahulu orang-orang yang selalu membuat kerusakan di bumi ini.
*##########*
            Jam telah menunjukkan pukul 12 siang, terdengar suara muadzin sedang mengumandangkan adzan zhuhur. Akupun segera bergegas menuju ke masjid di rumah sakit tempatku dirawat. Setelah selesai sholat akupun duduk-duduk di kursi taman. Lalu tiba-tiba ada seseorang ibu menggunakan pakaian yang lusuh, usianya sekitar 30-an tahun, berjalan mendekatiku, nama ibu itu Bu Ros.
“Nak, mengapa kamu menangis?”
“Aku sedih Bu.”
“Kenapa sedih?”
            Lalu aku menceritakan semua yang aku alami. Dengan wajah yang sedih ibu tersebut terus mendengarkan semua ceritaku.
“Allah nggak adil, kenapa harus aku yang mengalaminya.”
“Nak, semua yang kau alami adalah dengan izin Allah, kamu tidak boleh menuduh Allah seperti itu karena Allah akan murka, ikhlaskan semua yang terjadi. Lakukanlah semua yang terbaik dalam hidupmu meskipun maut telah diujung mata, lakukan sampai kau tak mampu melakukannya lagi, tak ada yang tak mungkin bagi Allah. Berikan kebahagiaan kepada orang-orang disekitarmu.
            Kemudian Bu Ros pergi meninggalkanku begitu saja. Aku tak mengerti apa maksudnya. Tapi bebanku sedikit berkurang. Tak lama kemudian mama datang dan membawakan berita bahagia, karena aku telah diperbolehkan pulang oleh dokter.
*##########*
Aku terus memikirkan maksud perkataan Bu Ros. Kemudian Sarah datang ke rumahku, Sarah sangat sedih melihat kondisiku, tapi aku mencoba tersenyum meskipun sulit rasanya. Sudah satu jam Sarah berada di rumahku, dan ia pun pamit untuk pulang.
Karena aku merasa bosan, akhirnya aku memutuskan untuk jalan-jalan keluar rumah. Tetapi tiba-tiba aku melihat  seorang ibu yang waktu itu bertemu di rumah sakit. Lalu aku mengikutinya dari belakang, lalu Bu Ros memasuki sebuah gubuk yang sangat kecil, dan sudah reot.
Tak disangka Bu Ros tinggal disana, aku melihat tiga anak kecil, yang salah satunya sedang menangis kesakitan dan ternyata mereka adalah anak dari Bu Ros. Tak lama kemudian aku melihat seseorang lelaki dengan pakaian yang sudah usang dan dekil dengan membawa karung berisi sampah-sampah, ia adalah suami dari Bu Ros. Kemudian Bu Ros bertanya pada suaminya apakah suaminya telah mendapatkan uang dari hasilnya bekerja, aku sangat sedih sekali karena suami ibu itu hanya mendapatkan uang 5 ribu rupiah.
Bu Ros menitikkan air matanya melihat kondisi tersebut, kemudian salah satu dari anak ibu itu menjerit dan akupun datang untuk menolongnya, kemudian aku segera membawanya kerumah sakit. Tetapi Allah berkehendak lain, nyawa anak itu sudah tidak dapat tertolong lagi.
*##########*
Aku baru tahu kalau anak Bu Ros menderita kanker otak yang mustahil untuk bisa sembuh. Tiap hari aku pergi ke rumah Bu Ros untuk memberinya sedikit bantuan, tetapi hari ini lain dari biasanya, setelah 10 hari kematian anaknya, aku melihat kembali bendera kuning menghiasi rumah Bu Ros, dan aku amat terkejut karena suami Bu Ros telah pergi karena ditabrak lari. Akupun sangat malu pada Bu Ros melihat ketegaran Bu Ros yang berbeda sekali dengan ku yang hidup berkecukupan, dan hanya mendapatkan ujian seperti ini, tetapi aku sudah menyerah dan berputus asa.
Keesokkan harinya aku pergi menemui Bu Ros, tetapi setelah berkali-kali mengetok pintu rumah Bu Ros, tidak ada yang menjawabnya. Lalu tetangga Bu Ros keluar dan berkata kalau Bu Ros sudah tidak tinggal di rumah itu, karena telah diusir oleh pemilik kontrakan.
*##########*
Setahun setelah aku ditinggal pergi oleh Bu Ros. Akupun terus terrngiang oleh nasehat yang pernah Bu Ros berikan kepadaku, aku harus melakukan yang terbaik untuk semua orang yang berada disekitarku.
Hari ini aku harus Check up ke dokter, dan ternyata subhanallah berkat kekuasaan Allah aku akhirnya sembuh dari penyakit yang selama ini menggerogoti tubuhku. Dokterpun tak menyangka ini akan  terjadi karena itu sangat mustahil. Tapi tak ada yang tak mungkin bagi Allah. Akupun tak henti-hentinya mengucapkan syukur kepada Allah.
Saat aku ingin pulang, tetapi aku bertemu dengan ibu tersebut, ibu yang telah memberikanku pelajaran-pelajaran yang berharga dan telah membuat hidupku menjadi berguna.
Aku sangat sedih melihat kondisi ibu tersebut yang hidup terlunta-lunta dijalanan, dan akupun mengajaknya untuk tinggal bersamaku.
*##########*
Empat tahun kemudian.
Kini aku telah berkuliah di perguruan tinggi negeri di Indonesia, aku sangat bahagia karena kini aku dapat merasakan apa yang orang lain tidak pernah rasakan yakni kebahagian yang terhingga yang Allah berikan padaku. Inilah hari yang ku nanti, hari yang mungkin tidak semua orang bisa merasakannya. Aku percaya bahwa Allah sangat sayang kepadaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar